BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka
kematian bayi yang cukup tinggi didunia dapat dihindari dengan
pemberian air susu ibu pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan
kegiatan yang berperan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan
generasi penerus dimasa depan (Arifin, 2004). Dukungan politis dari
pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI termasuk ASI ekslusif
telah memadai, hal ini terbukti Departemen Kesehatan menggencarkan
kampanye pemberian ASI ekslusif selama enam bulan disertai pula dengan
informasi manfaat ASI ekslusif (Amori, 2007).
Angka
kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indicator kesehatan yang
sensitif, pada tahun 2003, AKB di Indonesia tercatat 35 per 1000
kelahiran hidup, meskipun AKB di Indonesia tidak mengalami perbaikan
tetapi keadaan tetap jauh lebih buruk, sedangkan dilihat dari data ASEAN
Statistik Pocketbook dinegara asia bagian timur dan tengah,
angka kematian bayi di Vietnam 18, Thailand 17, Filipina 26, Malaysia
5,6, dan Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup (Sampurno, 2007).
Kelahiran
bayi kiranya merupakan momen yang paling menggembirakan bagi orang tua
manapun. Mereka ingin bayi mereka sehat dan memiliki lingkungan emosi
dan fisik yang terbaik. Setelah lahir, nutrisi memainkan peran
terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI adalah makanan
terbaik bagi bayi sampai ia berumur sekitar enam bulan (Ramaiah, 2007).
Riset
terbaru WHO pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 42 persen penyebab
kematian balita di dunia adalah akibat penyakit, yang terbesar adalah
pneumonia (20 persen), selebihnya (58 persen) terkait dengan malnutrisi
yang seringkali terkait dengan asupan ASI (Siswono, 2006). Dan
berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, anak yang tidak
diberi ASI ekslusif lebih cepat terserang penyakit kronis seperti
kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa,.kemungkinan
anak menderita kekurangan gizi dan obesitas (Amiruddin, 2007).
Bayi
yang diberi susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar mengalami
diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi
saluran pernafasan (ISPA) salah satu factor adalah karena buruknya
pemberian ASI (Dep.Kes,RI, 2005) hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2002 – 2003 hanya 8 % bayi Indonesia yang
mendapat ASI ekslusif 6 bulan dan 4% yang mendapat ASI dalam satu jam
kelahirannya (Amori, 2007).
Menteri
negara pemberdaya perempuan dinews Antara pada Peringatan Pekan Asi
Sedunia 2007, mengatakan meskipun usaha meningkatkan pemberian Air Susu
Ibu (ASI) sangat gencar dilakukan, tapi kesadaran masyarakat untuk
pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan, berdasarkan data yang
ada pada tahun 2002 – 2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberikan ASI
ekslusif hanya 55 % sementara itu pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 2
bulan hanya 64%, pada bayi berumur 2-3 bulan hanya 46 % dan pada bayi
berumur 4-5 bulan haya 14 %. Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan
Amirudin 2007, proporsi pemberian ASI Ekslusif pada bayi kelompok usia 0
bulan sebesar 73,1 %, usia 1 bulan sebesr 55,5 %, usia 2 bulan sebesar
43 %, usia 3 bulan sebesar 36%, dan usia 4 bulan 16,7% (Amiruddin,
2007).
ASI
sebagai makanan bayi yang mengandung laktosa didalam usus laktosa akan
dipermentasi menjadi asam laktat yang bermanfaat sebagai zat antibodi,
menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat pathogen, ASI tidak
mengandung beta lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi (Arifin,
2004).
Meskipun
ASI sangat besar manfaatnya bagi bayi, namun survei yang dilaksanakan
pada tahun 2002 oleh Nutrition dan Health Surveillance System (NSS)
kerja sama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International
di 4 perkotaan dan 8 pedesaan menunjukan bahwa
cakupan ASI ekslusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4% - 12 %, sedangkan
dipedesaan 4% - 25 % pencapaian ASI ekslusif, pencapaian ASI ekslusif
5-6 bulan diperkotaan berkisar antara 1% -
13%, sedangkan dipedesaan 2% - 13 %.
Berdasarkan
data dari NSS yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Hellen Keller
International permasalahan yang mengakibatkan masih rendahnya penggunaan
ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya
ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja
(Judarwanto, 2006).
Menurut
penelitan Arifin Siregar 2004 dijelaskan alasan ibu tidak menyusui
bayinya, di aspek kehidupan kota kurangnya pengertian dan pengetahuan
ibu tentang manfaat ASI dan meyusui yang menyebabkan ibu terpengaruh
kepada susu formula. Kesehatan / status gizi bayi serta kelangsungan
akan lebih baik pada ibu yang berpendidikan rendah.
Hal
ini karena ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang
luas serta kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi.
Faktor
lain yang berpengaruh terhadap pemberian ASI adalah sikap ibu terhadap
lingkungan sosialnya dan kebudayaan dan dilihat faktor intern dari ibu
seperti terjadinya bendungan ASI, luka-luka pada puting susu, kelainan
pada puting susu dan adanya penyakit tertentu seperti tuberkolose,
malaria. (Arifin, 2004).
Berkurangnya
jumlah ibu yang menyusui bayinya dimulai di kota-kota, terutama pada
warga yang berpenghasilan cukup yang kemudian menjalar ke daerah
pinggiran kota, penelitian para ahli mengapa jumlah ibu yang menyusui
bayinya cenderung menurun, semakin banyak ibu bekerja,adanya anggapan
menyusui adalah lambang keterbelakangan budaya dan alasan estetika (M,
Sjahnien, 2008). Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007
dengan bertambahnya usia bayi tejadi penurunan pola pemberian ASI
sebesar 1,3 kali / 77,2 %. Hal ini memberikan adanya hubungan antara
pemberian ASI dengan sosial ekonomi ibu dimana ibu yang mempunyai sosial
yang rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding
ibu dengan sosial yang tinggi bertambahnya pendapatan keluarga atau
status sosial ekonomi yang tinggi serta lapangan pekerjaan bagi
perempuan, berhubungan dengan cepatnya pemberian susu botol artinya
mengurangi kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu yang lama.
(Amirudin, 2007).
Bardasarkan
hasil perhitungan data SUSENAS pada tahun 2006 di Propinsi Lampung bayi
usia 0-4 bulan yang tidak memberikan ASI secara eksklusif sebesar 44,52
% (Profil Lampung, 2006). Di Kota Metro yang tidak memberikan ASI
secara ekslusif pada tahun 2007 sebanyak 52,88%, sedangkan dipuskesmas
Iringmulyo ibu-ibu yang tidak memberikan ASI secara ekslusif sebanyak
57,93% (Dinkes Kota Metro, 2007).
Berdasarkan
hasil pra survey di Puskesmas Iringmulyo pada bulan Januari - April
2008, jumlah bayi berusia kurang dari 6 bulan sebanyak 56 ibu yang
memiliki bayi 0 - 6 bulan, bayi yang diberi ASI eksklusif adalah
sebanyak 6 (10,7 %) dan bayi yang tidak ASI eksklusif sebanyak 50 (89,3
%) pada bulan Januari – April 2008 bayi yang terkena diare sebanyak 19
bayi (33,9 %) dan yang terkena ISPA sebanyak 18 bayi (3,21 %).
Berdasarkan
latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian yaitu faktor – faktor penyebab rendahnya pemberian ASI
ekslusif pada bayi usia dibawah 6 bulan dikelurahan Iringmulyo wilayah
kerja puskesmas Iringmulyo tahun 2008.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini yaitu : “faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab
rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan di
Kelurahan Iringmulyo Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2008 ?”.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun
yang menjadi ruang lingkup penelitian dari penelitian faktor-faktor
penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6
bulan di Kelurahan Iringmulyo Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu yang memiliki bayi usia 0 – 6 bulan
3. Objek Penelitian :
Variabel terikat : Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi
dan yang mempunyai bayi 0 – 6 bulan
Variabel bebas : Faktor pendidikan ibu
Faktor tingkat ekonomi
Faktor kesehatan ibu
4. Lokasi Penelitian : di kelurahan Iringmulyo
5. Waktu Penelitian : di laksanakan pada bulan Mei-Juni 2008
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
a. Diketahui
faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia
di bawah 6 bulan ditinjau dari tingkat pendidikan.
b. Diketahui
faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia
di bawah 6 bulan ditinjau dari tingkat ekonomi
c. Diketahui
faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia
di bawah 6 bulan ditinjau dari faktor kesehatan ibu
E. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan, maka diharapkan :
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI eksklusif kepada bayi oleh ibu.
2. Bagi Puskesmas Iringmulyo
Dapat
menambah pengetahuan atau wawasan terhadap pihak Puskesmas sehingga
dapat meningkatkan promosi kesehatan tentang pemberian ASI ekklusif.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa di perpustakaan dan dapat menjadi bahan bagi penelitian yang akan datang.
4. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Sebagai
sumber pengetahuan atau wawasan tentang faktor-faktor penyebab
rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia di bawah 6 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar